Propaganda
ekstrem “merokok membunuhmu” mungkin sudah bertahun-tahun tahun digaungkan baik
oleh dokter, ahli farmasi, lembaga nasional bahkan internasional seolah-olah
rokok menjadi penyebab utama berbagai penyakit berbahaya yang menyebabkan
kematian. Padahal, di Indonesia sendiri belum pernah ada penelitian mengenai
bahaya rokok ini, bahkan hanya bersanad pada penelitian oleh World Health
Organization (WHO). Berbagai alternatif pengganti rokok dan bahkan obat-obatan
penghilang kecanduan merokok ini pun banyak beredar di pasaran, padahal bahan
dasar pembuatannya pun sama, apa lagi kalau bukan tembakau.
Hmmm sebelum
memunculkan opini-opini lebih jauh, mari kita simak beberapa fakta berikut:
Kontribusi Industri Hasil Tembakau pada Perekonomian Indonesia
1. Penerimaan
cukai rokok masih merupakan penyumbang tertinggi pada tahun 2018 yaitu sebesar
120,62 triliun rupiah, sekitar 95% dari total cukai negara atau sekitar 10%
dari pendapatan negara dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2019.
2. Kementerian
Perindustrian (Kemenperin) mencatat Industri Hasil Tembakau (IHT) menyerap 5,98
Juta tenaga kerja termasuk petani tembakau dan cengkeh.
3. Nilai
ekspor IHT pada tahun 2018 mencapai US$ 931,6 juta
4. Menteri
Perindustrian terdahulu, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa rokok memberi
nilai tambah bagi tembakau dan cengkeh di Indonesia dan mendukung penuh sektor
sigaret kretek tangan (SKT) untuk tetap ada di tengah revolusi industri 4.0,
hal ini sesuai dengan visi misi pemerintah untuk dapat seluas-luasnya
menggunakan sumber daya dalam negeri melalui pengembangan sektor manufaktur.
Nilai yang
cukup fantastis bagi sektor manufaktur di Indonesia. Tidak heran jika industri
ini menyumbang nilai yang cukup dominan bagi perekonomian Indonesia.
Penikmatnya saja pada tahun 2018 sudah lebih dari 67 juta orang atau sekitar
39% populasi di Indonesia. Sebanding, kan?
Namun,
apakah jumlah perokok di atas sudah sesuai dengan target pasar dari industri
tersebut? atau diperluas ke segmen pasar lain?
jawabannya tidak,
target pasar industri rokok adalah 18 tahun ke atas. Namun, sangat disayangkan anak-anak
di bawah umur (18 tahun) di Indonesia juga ikut menjadi pasar bagi produk rokok
yang jumlahnya 9,1% pada tahun 2018,
meningkat sebesar 1,9% dari tahun sebelumnya.
Masih sering
saya mendengar, “sederhana saja, kita tutup/larang aktivitas pabrik rokok di
Indonesia, maka jumlah perokok akan menurun”. Tidak semudah itu Esmeralda. Hmm
Tentu opini ini disampaikan oleh mereka yang tak berkepentingan dalam lingkaran
industri rokok ini sehingga mereka tidak sempat memikirkan dampak ditutupnya
industri rokok bagi keberlangsungan ekonomi di Indonesia. berhenti merokok justru membunuh mata pencaharian hampir 6 juta
pekerja, bahkan jika ingin didramatisir,
dapat membunuh perekonomian di Indonesia. Mengingat kontribusi IHT mencapai
hampir 10% pendapatan negara, jumlah yang tak main-main untuk melemahkan
ekonomi.
Setelah
muqodimah dari segi ekonomi mengenai rokok, yang tentu bisa membunuh secara
perlahan jika industri ini ditutup, mari kita coba kupas mengenai rokok
membunuhmu dari segi kesehatan.
Dampak Rokok bagi Kesehatan
Dua zat yang
terkandung dalam rokok yang sering tertukar definisinya adalah nikotin dan tar.
Sebagian dari
kita berfikir bahwa nikotin inilah zat berbahaya yang ada di dalam rokok,
padahal tidak seperti itu.
Nikotin merupakan
senyawa organik kelompok alkaloid, senyawa ini juga secara alami dihasilkan
oleh beberapa tumbuhan, seperti terong-terongan, tomat, dan tembakau. Senyawa nikotin
bersifat stimulan. Stimulan dapat meningkatkan kewaspadaan dan energi. Secara tidak
langsung, nikotin menyebabkan pelepasan dopamin dalam otak yang membuat perokok
menjadi rileks dan gembira, sama seperti jika mereka mengonsumsi heroin atau
kokain.
Penelitian mengenai
keamanan nikotin sudah dilakukan baik pada hewan dan manusia yang mengonsumsi
nikotin selama bertahun-tahun. Peneliti menyimpulkan tak ada zat karsinogen
pada tubuh responden yang menggunakan nikotin obat seperti permen karet, pelega
tenggorokan, inhaler, dan semprotan. Zat tersebut juga tidak meningkatkan
risiko serangan jantung atau stroke, bahkan pada orang dengan penyakit jantung
sebelumnya.
Tar menurut
yang dicatatkan oleh National Cancer Institute Amerika Serikat, merupakan
zat karsinogenik, penyebab kanker, yang dihasilkan oleh asap pembakaran
tembakau. Zat ini dapat membuat lapisan lengket dalam paru-paru ketika asap
dihirup sehingga menyebabkan berbagai penyakit paru-paru seperti kanker,
emfisema, dan kerusakan paru-paru. Selain itu juga bisa menyebabkan kanker lain
seperti kanker mulut dan tenggorokan. Namun, tar ini tidak hanya dihasilkan
dari pembakaran tembakau saja, pembakaran batu bara, minyak bumi, gambut, dan
kayu juga turut serta menghasilkan tar.
Jadi, bukan
hanya rokok tersangka utama penyakit paru.
Sebenarnya,
di indonesia sendiri belum pernah ada penelitian independen mengenai bahaya
rokok itu sendiri, bahkan sebagian besar datanya bersanad pada penelitian oleh
WHO yang objeknya sendiri bukan rokok kretek asli Indonesia. Kalaupun ada
data-data penderita kanker, hanya sampel atau populasi yang diambil dari rumah
sakit di kota-kota di Indonesia, dan kebetulan ada beberapa pasien kanker yang
juga merupakan perokok aktif. Fallacy nya mereka tidak memperhitungkan
variabel-variabel lain seperti gaya hidup, pola makan, apakah makanan yang dia
makan mengandung bahan kimia karsinogen, apakah dia hobi mengonsumsi makanan
cepat saji, apakah dia berolahraga atau tidak, pola tidur, dan lain sebagainya.
Padahal, faktor-faktor pemicu kanker cukup kompleks, tidak bisa ditentukan dari
satu variabel saja.
Saya sudah
mencari beberapa data statistik, namun sangat sulit sekali menemukan data yang
benar-benar fokus pada satu variabel yakni merokok saja, ditemukan satu
rangkuman data dari the tobacco atlas 2018 (WHO), kematian yang disebabkan oleh
rokok adalah 225.720 jiwa atau sekitar 14.7% dari seluruh penyebab kematian,
yang 65% disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Saya tidak paham dari mana
kesimpulan penyakit kardiovaskular ini semuanya disebabkan oleh rokok, padahal
masih banyak faktor yang menyebabkan penyakit kardiovaskular ini, bisa jadi
genetik, kurangnya olahraga, minum alkohol, obesitas, dan lain-lain.
Lagi, bukan
hanya rokok tersangka utama berbagai masalah kesehatan
Adakah kepentingan lain dari propaganda ini?
Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Wanda Hamilton, kampanye anti rokok ini sebenarnya berawal
dari persaingan bisnis nikotin dari industri farmasi melawan industri rokok di
Amerika Serikat, industri farmasi ingin menggunakan nikotin sebagai Nicotine
Replacement Therapy (NRT) yang jauh lebih menguntungkan daripada produk rokok
itu sendiri. Berbagai kampanye anti rokok sebagian besar didanai oleh
perusahaan-perusahaan farmasi yang tergiur dengan “emas dibalik nikotin” ini,
karena nyatanya produk penghenti rokok (yang juga berbahan dasar nikotin
tembakau) memiliki pasar yang potensial dan keuntungan yang lebih besar.
Beberapa perusahaan
bahkan menjadi mitra WHO dalam program anti tembakaunya seperti Johnson &
Johnson, Pharmacia & Upjohn, dan Novartis. Tak main-main, pada akhir tahun
2000 di Amerika Serikat saja produk obat untuk berhenti merokok yang berbahan
dasar nikotin sendiri penjualannya mencapai US$ 700 juta. Bisnis yang tak kalah
menggiurkan daripada rokok, bukan?
Mengutip co-author
buku “Murder a Cigarette”, Judith Hatton, pernyataan yang dikeluarkan oleh WHO
mengenai bahaya merokok ini tak lebih dari propaganda yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, bahkan data dan angka yang disajikan tidak
lebih dari “lies damned lies statistics”.
In a nutshell,
produk hasil tembakau ini sangat berkontribusi pada perekonomian
Indonesia dari hulu ke hilir, memang zat tar yang terkandung dalam rokok dapat
menyebabkan kanker, namun rokok juga bukan satu-satunya produk penghasil tar,
dan propaganda anti merokok ini tidak lebih dari kepentingan para kapitalis
yang saling ingin menguntungkan korporasinya melalui produk-produk nikotin.
Disclaimer,
saya bukan perokok, bapak saya tidak merokok, kakek saya tidak merokok, saudara
laki-laki saya tidak merokok, dan saya tidak mempunyai kepentingan apapun dalam
menulis artikel ini, artikel ini murni saya buat untuk sharing kepada
teman-teman khususnya bagi teman-teman yang mungkin suka menjustifikasi
teman-teman lain yang merokok, ataupun teman-teman yang merokok, semoga membuka
insight baru bagi kita semua. Feel free to discuss it to me :)
Sumber-sumber bacaan
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190316/257/900472/ekspor-produk-tembakau-2018-naik-jadi-us931-jutahttps://finance.detik.com/industri/d-2947821/begini-pentingnya-industri-rokok-bagi-ekonomi-ri
https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/19/07/11/gaya-hidup/info-sehat/19/07/11/pufvoh328-bagaimana-agar-67-juta-orang-indonesia-setop-merokok
https://www.medicalnewstoday.com/articles/240820.php#effects
https://tobaccoatlas.org/country/indonesia/
https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/19/07/11/pugtm9459-indonesia-hadapi-ancaman-naiknya-perokok-anak-dan-remaja
buku Nicotine War karya Wanda Hamilton
Komentar
Posting Komentar