Banyak orang yang berbeda
pendapat, miskonsepsi, hingga tidak setuju dengan konsep feminisme ini.
Katanya, menyalahi kodrat perempuan
Katanya, ambisi wanita untuk mengungguli
laki-laki
Katanya, tidak sesuai yang digariskan Tuhan
Sebelum membahas lebih jauh
mengenai feminisme, kita pahami dulu arti feminisme yang sebenarnya supaya
tidak terjadi miskonsepsi
Feminisme adalah sebuah gerakan
yang memperjuangkan emansipasi atau persamaan hak sepenuhnya antara
kaum wanita dan pria tanpa adanya diskriminasi. Marry Wallstonecraff
dalam bukunya "The Right of Woman" pada tahun 1972
mengartikan Feminisme merupakan suatu gerakan emansipasi wanita, gerakan dengan
lantang menyuarakan tentang perbaikan kedudukan wanita dan menolak perbedaan
derajat antara laki-laki dan wanita.
Sebenarnya, Feminisme ini tidak
hanya melulu soal kepentingan perempuan, namun juga soal kepentingan laki-laki.
Kok bisa? Selama ini kita dijajah budaya patriarki, di mana laki-laki harus
selalu lebih superior daripada perempuan, padahal di luar sana banyak laki-laki yang tidak memenuhi kriteria "superior" ini.
Namun, memang kerugian yang paling terlihat adalah dari pihak perempuan, di antaranya:
Perempuan kerap kali mengalami diskriminasi dalam dunia kerja, seperti mendapat kesempatan kerja yang lebih kecil dan mendapat gaji atau upah lebih rendah
daripada laki-laki, bukan dilihat dari kinerjanya melainkan dari gendernya. (Source)
Perempuan sering menjadi korban
dan objek kejahatan laki-laki karena selama ini stereotip perempuan itu lemah
dan manusia nomor dua masih berlaku. Sialnya perempuan juga yang disalahkan
karena tidak bisa menjaga diri. Menurut data yang dikeluarkan komnas perempuan,
kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan terus meningkat dari tahun
ke tahun, bahkan meluas hingga kekerasan cyber.
Perempuan tidak bebas dan leluasa
dalam berekspresi dan berkontribusi. Dalam budaya patriarki, laki-laki cenderung
mendominasi perempuan dalam hal pemikiran dan lain sebagainya-lagi, karena
laki-laki lebih superior
Perempuan harus lemah lembut, dan
stereotip-stereotip lainnya yang membatasi perempuan dan “mengeksklusifkan”
perempuan.
Stereotip gender—yang mengkotak-kotakkan
standar perilaku dan sifat khusus bagi perempuan dan laki-laki—tanpa disadari menjadi penyokong superioritas laki-laki dan memupuk tumbuh suburnya budaya patriarki di sekitar kita, seperti,
Laki-laki harus kuat, tidak boleh
mengeluh
Laki-laki tidak boleh menangis
Laki-laki harus bisa
menyelesaikan masalahnya sendiri
Laki-laki yang berhati lembut dan
penyayang dianggap lemah seperti perempuan.
Hal ini menjadikan perempuan selalu diposisikan sebagai kaum lemah dan nomor dua dan mengakibatkan laki-laki yang tidak memenuhi standar "superior" biasa menjadi korban bully dan ekstrimnya, mereka bisa membuktikan superioritas mereka dengan menindas kaum perempuan yang dianggap lemah.
Tidak hanya itu, perempuan yang kuat, tidak lemah lembut, dll , sering menjadi korban bully dan dibandingkan dengan perempuan yang semestinya dalam budaya patriarki ini.
Aku sendiri beberapa kali dibuat kesal oleh
kebiasaan patriarki di masyarakat ini, seperti kekerasan verbal yang aku alami (catcalling,
yang sayangnya masih dianggap lebay ketika aku membicarakan hal tersebut dengan
nada tidak setuju). Masih sering dibandingkan dengan perempuan lain yang lebih kalem dan nurut, dan setiap kali aku berdiskusi tentang masa depan dengan laki-laki, mereka selalu dengan enteng berkomentar, "ngandalin suami aja, santai", atau "kamu enak cewek, aku cowok, nantinya banyak tanggungan", dan lain-lain. Dalam penyelesaian masalah yang ada di lingkupkupun,
perempuan tidak banyak dilibatkan seolah hanya laki-laki yang mampu menciptakan
ide-ide brilian dan solutif. Pun dalam pembagian kerja, laki-laki mengambil
porsi yang jauh lebih banyak, padahal kita bisa berbagi tugas agar beban terasa
lebih ringan, namun saat aku protes, lagi-lagi alasan yang mereka lontarkan
adalah, biarkan laki-laki yang menopang beban lebih berat, karena memang sudah
tugas laki-laki seperti ini. Padahal, dari kesepakatan awal kami, tidak pernah
ada pernyataan bahwa tugas laki-laki harus mengambil porsi lebih banyak dan
lain sebagainya. Mengapa tidak mau dibantu perempuan? Apakah karena patriarki
ini lalu beranggapan bahwa perempuan adalah kaum lemah yang pemikirannya
tidak lebih solutif dari laki-laki dan apabila laki-laki dibantu perempuan maka superioritasnya akan
turun dan dianggap lemah juga?
Dengan kemajuan teknologi, kemudahan akses memperluas wawasan dan berekspresi ini, ayolah sedikit demi sedikit kita kikis budaya patriarki ini, lupakan stereotip-stereotip yang memberikan standar bagi laki-laki dan perempuan. toh dalam ajaran agama apapun, semua manusia di mata Tuhan itu sama kan? tidak ada superioritas gender tertentu. Supaya setiap dari kita bisa menjadi diri sendiri, bisa mengekspresikan rasa syukur atas kondisi diri, dan bisa bersinergi untuk kemajuan peradaban.
Terima kasih sudah membaca ^^ Punya pandangan lain? yuk diskusi di kolom komentar^^
Komentar
Posting Komentar